Pengalaman Saya Merokok Dan Berhenti Merokok

 02 Maret 2022    Dibaca: 510 Pengunjung

Gede Ngurah Wididana dalam sebuah aktivitas

Merokok adalah pekerjaan yang paling mengasyikkan, begitu dulu pikiran saya menyatakan, apalagi merokok setelah habis makan, atau sambil ngopi, pokoknya mantap, tidak bisa diucapkan dengan kata nikmatnya, apalagi dijelaskan dengan tulisan.

Walaupun bahaya merokok diperingatkan secara tertulis di setiap bungkus rokok, bahwa rokok bisa menyebabkan penyakit jantung, impoten, kanker atau penyakit gawat lainnya, toh peringatan itu tidak mampu menyiutkan nyali perokok untuk mengisapnya dan memasukkan asapnya ke paru-paru, serta menyebarkan zat nikotin dan zat racun lainnya ke seluruh tubuh melalui aliran darah, menuju otak dan seluruh tubuh. 

Ini namanya penyakit ketagihan, ketagihan zat nikotin yang bikin menenangkan, menggairahkan dan menginspirasi, sekaligus juga bisa menyakitkan dan mematikan secara pelan-pelan. 

Banyak seniman hebat, ilmuwan, politisi, dokter, pengacara, artis dan pekerja kreatif lainnya sangat dibantu untuk menjaring inspirasi, memacu adrenalin kerja keras dan daya kreatifnya dengan bantuan hirupan asap nikotin, walau akhirnya juga mereka menyesal seumur hidup di saat umurnya menua, penyakit-penyakit ganas yang dituliskan di setiap bungkus rokok mulai manampakkan reaksinya. 

Mereka terpaksa berhenti merokok karena diberhentikan oleh dokter, karena mereka diberikan dua pilihan, melanjutkan merokok dengan risiko yang lebih fatal, memperparah penyakit, atau berhenti merokok dan berusaha mendapatkan kesehatannya kembali walau sudah hilang  sebagian.

Jangan salahkan orang merokok terkesan bandel, sukar mengubah kebiasaan merokoknya menjadi berhenti merokok, karena mereka ketagihan. Ketagihan artinya tubuhnya menagih zat nikotin dan zat-zat adiktif lainnya. 

Secara tidak sadar sistim tubuhnya menagih zat-zat tersebut setiap jam atau beberapa jam sekali melalui hirupan asap rokok, terutama di saat mereka aktif berpikir dan bekerja. Bahkan banyak perokok berat hanya tidak merokok di saat tidurnya saja. Itulah kehebatan rokok, dia bisa membius otak setiap orang untuk menjadi ketagihan seumur hidupnya, walau hanya berawal dari coba-coba.

Bisnis rokok menjadi primadona karena bisa memberikan cuan yang banyak, dengan investasi tembakau, saus  dan kertas, serta merek yang kuat, sehingga merek rokok, cita rasa dan juga prestise perokok menjadi meningkat, melekat kuat dalam ingatan para perokok untuk menjadi ketagihan dan mereka siap membelinya, walau kantongnya menjadi kering, paru-parunya menjadi keriting. Peringatan yang tertulis di setiap bungkus rokok dan di setiap iklan rokok, akibat penyakit yang akan ditimbulkan pada setiap perokok, menjadi alat berkelit pengusaha rokok untuk  bebas dari jerat tuntutan hukum dari perokok.

 

Sejak sepuluh tahun yang lalu dibentuk undang-undang/peraturan daerah bebas merokok, bebas dari asap rokok, peraturan mengiklan dan menyeponsori kegiatan dari bisnis rokok, maka hanya orang-orang tertentu saja tetap setia merokok, sehingga peraturan tersebut menyebabkan pertumbuhan bisnis rokok mejadi menurun. 

 

Walau pengusaha rokok masih juga tetap mengiming-imingi generasi muda agar mulai dan terus merokok, dengan branding bahwa merokok bisa membuat pria menjadi sejati, juara, pemberani dan layak mendapat bintang. 

 

Sekali atau beberapa kali generasi muda itu pernah mencobanya, maka dia akan terus bisa menjadi pasar/pembeli setia rokok seumur hidupnya, dan dia akan menjadi langganan dokter penyakit paru, kanker dan penyakit dalam di masa tuanya.

 

Saya mulai belajar merokok dari umur 19 tahun, saat mulai belajar di dunia kampus. Kenapa saya belajar merokok, jawabannya adalah karena saya termakan iklan, agar saya bisa terlihat sebagai lelaki sejati, jantan dan bisa bergaul luas di kalangan generasi muda. 

Saat itu, ditanamkan citra oleh pengusaha rokok, bahwa lelaki sejati adalah merokok, artinya, lelaki yang tidak merokok bisa saja bukan lelaki sejati, atau kecewek-cewekan, atau masih kekanak-kanakan. 

Akhirnya saya menjadi ketagihan selama 15 tahun.  Dengan komitmen yang kuat untuk berhenti merokok, akhirnya saya bisa memutus syaraf ketagihan nikotin di dalam otak saya menjadi membencinya setengah mati, karena saya berjanji untuk mendapatkan kesehatan saya yang mulai menghilang. 

Saya bersyukur bisa menghentikan kebiasaan merokok saya di saat badan saya masih sehat, umur masih muda. Jika dibandingkan dengan kondisi teman-teman saya yang sangat sulit menghentikan kebiasaan merokoknya, bahkan ada juga mereka yang masih merasa gagah menikmati asap rokoknya, walaupun dadanya sudah terlihat menipis, nafasnya pendek dan batuk-batuk kecil menghiasi canda-tawanya, terus terang saya merasa sehat dan awet muda. 

Setiap kali saya mengamati orang tua yang masih bandel merokok, saya berkata dalam hati, “kamu tinggal menunggu waktu diberhentikan merokok oleh sakitmu yang menunggu.”

Setelah lebih dari 25 tahun saya berhenti merokok, di dalam memori otak saya masih menyimpan rasa ketagihan merokok. Saya malu mengakuinya, hampir setiap tahun sekali, atau dua kali, saya bermimpi merokok, dan saya menyesal di dalam mimpi, kenapa saya masih merokok, kenapa saya masih menikmati rasa nikmat asap sedotannya, walau hanya dalam mimpi, saya masih rasakan ada penyesalan, seolah mimpi itu terasa nyata. 

Setelah berkali-kali mimpi merokok masih datang berkunjung ke alam tidur saya, akhirnya saya tidak mau pusing lagi memikirkannya, dan dalam mimpi saya bisa berkomentar, “ini pasti mimpi.” 

Sedemikian hebatnya racun nikotin dan zat adiktif di dalam rokok itu memberikan rasa ketagihan, saya jadi ngeri memikirkannya, bagaimana kalau zat adiktif sejenis narkoba itu bisa merusak pikiran dan otak manusia. Pantas saja mereka yang ketagihan zat adiktif narkoba bisa bangkrut, bahkan bisa melakukan hal-hal di luar nalar, misalnya mencuri, menodong, membunuh, atau menipu, gara-gara dia  harus mendapatkan narkoba.

Jika anda bukan perokok, jangan pernah memulai merokok. Jika anda perokok pemula atau perokok fanatik (ketagihan berat), mulailah perlahan mengurangi, kemudian berhenti sama sekali, sebelum anda sakit. 

Itulah nasihat saya berdasarkan pengalaman saya merokok dan berhenti merokok karena kesadaran sendiri untuk memutus rantai ketagihan dengan niat yang kuat. Melanjutkan merokok itu pilihan. Berhenti merokok juga pilihan. Kedua pilihan itu memberikan hasil yang berbeda untuk kesehatan kita.

TAGS :